Pengertian Hukum Perikatan
Hukum perikatan adalah adalah suatu
hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih
di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban
atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu
akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum
lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa
perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of
property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam
bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum
pribadi(pers onal law).
Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata,
pengertian perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta kekayaan
antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu
dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Beberapa sarjana juga telah
memberikan pengertian mengenai perikatan. Pitlo memberikan pengertian
perikatan yaitu suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara
dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur)
dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi.
Di dalam perikatan ada perikatan untuk
berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan
perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya
positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan
perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk
tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam
perjanjian. Contohnya; perjanjian untuk tidak mendirikan bangunan yang
sangat tinggi sehingga menutupi sinar matahari atau sebuah perjanjian
agar memotong rambut tidak sampai botak
Dasar Hukum Perikatan
Sumber-sumber hukum perikatan yang ada
di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan sumber dari
undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan
undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan
manusia dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan
yang melawan hukum.
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
- Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
- Perikatan yang timbul dari undang-undang.
- Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (zaakwaarneming).
Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :
- Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
- Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
- Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
Sifat Hukum Perikatan
Hukum perikatan merupakan hukum
pelengkap, konsensuil, dan obligatoir. Bersifat sebagai hukum pelengkap
artinya jika para pihak membuat ketentuan masing – masing, setiap pihak
dapat mengesampingkan peraturan dalam Undang – undang.
Hukum perikatan bersifat konsensuil
artinya ketika kata sepakat telah dicapai oleh masing-masing pihak,
perjanjian tersebut bersifat mengikat dan dapat dipenuhi dengan tanggung
jawab.
Sementara itu, obligatoir berarti setiap
perjanjian yang telah disepakati bersifat wajib dipenuhi dan hak milik
akan berpindah setelah dilakukan penyerahan kepada tiap – tiap pihak
yang telah bersepakat.
Macam Macam Hukum Perikatan
Berikut ini meruapkan beberapa jenis hukum perikatan- Perikatan bersyarat, yaitu perikatan yang pemenuhan prestasinya dikaitkan pada syarat tertentu.
- Perikatan dengan ketetapan waktu, yaitu perikatan yang pemenuhan prestasinya dikaitkan pada waktu tertentu atau dengan peristiwa tertentu yang pasti terjadi.
- Perikatan tanggung menanggung atau tanggung renteng, yaitu para pihak dalam perjanjian terdiri dari satu orang pihak yang satu dan satu orang pihak yang lain. Akan tetapi, sering terjadi salah satu pihak atau kerdua belah pihak terdiri dari lebih dari satu orang
Syarat Sah nya Hukum Perikatan
- a) Obyeknya harus tertentu.
Syarat ini diperlukan hanya terhap perikatan yang timbul dari perjanjian. - b) Obyeknya harus diperbolehkan.
Artinya tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum. - c) Obyeknya dapat dinilai dengan uang.
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pengertian perikatan. - d) Obyeknya harus mungkin.
Yaitu yang mungkin sanggup dilaksanakan dan bukan sesuatu yang mustahil.
Macam-macam perikatan :
Perikatan bersyarat
2. Perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu
3. Perikatan yang membolehkan memilih
4. Perikatan tanggung menanggung
5. Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
6. Perikatan tentang penetapan hukuman
A. Kronologis Kasus
Pada permulaan PT Surabaya Delta Plaza (PT SDP) dibuka dan
disewakan untuk pertokoan, pihak pengelola merasa kesulitan untuk
memasarkannya. Salah satu cara untuk memasarkannya adalah secara
persuasif mengajak para pedagang meramaikan komplek pertokoan di pusat
kota Surabaya itu. Salah seorang diantara pedagang yang menerima ajakan
PT surabaya Delta Plaza adalah Tarmin Kusno, yang tinggal di
Sunter-Jakarta.
Tarmin memanfaatkan ruangan seluas 888,71 M2 Lantai III
itu untuk menjual perabotan rumah tangga dengan nama Combi Furniture.
Empat bulan berlalu Tarmin menempati ruangan itu, pengelola SDP mengajak
Tarmin membuat “Perjanjian Sewa Menyewa” dihadapan Notaris. Dua belah
pihak bersepakat mengenai penggunaan ruangan, harga sewa, Service
Charge, sanksi dan segala hal yang bersangkut paut dengan sewa menyewa
ruangan. Tarmin bersedia membayar semua kewajibannya pada PT SDP, tiap
bulan terhitung sejak Mei 1988 s/d 30 April 1998 paling lambat
pembayaran disetorkan tanggal 10 dan denda 2 0/00 (dua permil) perhari
untuk kelambatan pembayaran. Kesepakatan antara pengelola PT SDP dengan
Tarmin dilakukan dalam Akte Notaris Stefanus Sindhunatha No. 40 Tanggal
8/8/1988.
Tetapi perjanjian antara keduanya agaknya hanya tinggal
perjanjian. Kewajiban Tarmin ternyata tidak pernah dipenuhi, Tarmin
menganggap kesepakatan itu sekedar formalitas, sehingga tagihan demi
tagihan pengelola SDP tidak pernah dipedulikannya. Bahkan menurutnya,
Akte No. 40 tersebut, tidak berlaku karena pihak SDP telah membatalkan
“Gentlement agreement” dan kesempatan yang diberikan untuk menunda
pembayaran. Hanya sewa ruangan, menurut Tarmin akan dibicarakan kembali
di akhir tahun 1991. Namun pengelola SDP berpendapat sebaliknya. Akte
No. 40 tetap berlaku dan harga sewa ruangan tetap seperti yang
tercantum pada Akta tersebut.
Hingga 10 Maret 1991, Tarmin seharusnya membayar US$311.048,50 dan
Rp. 12.406.279,44 kepada PT SDP. Meski kian hari jumlah uang yang harus
dibayarkan untuk ruangan yang ditempatinya terus bertambah, Tarmin
tetap berkeras untuk tidak membayarnya. Pengelola SDP, yang mengajak
Tarmin meramaikan pertokoan itu.
Pihak pengelola SDP menutup COMBI Furniture secara paksa. Selain
itu, pengelola SDP menggugat Tarmin di Pengadilan Negeri Surabaya.
HUKUM PERJANJIAN
A. PERJANJIAN PADA UMUMNYA
Menurut Pasal 1313 KUH Perdata Perjanjian adalah Perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang disebut Perikatan yang di dalamya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian adalah sumber perikatan.
A.1. Azas-azas Hukum Perjanjian
Ada beberapa azas yang dapat ditemukan dalam Hukum Perjanjian, namun ada dua diantaranya yang merupakan azas terpenting dan karenanya perlu untuk diketahui, yaitu:
- Azas Konsensualitas, yaitu bahwa suatu perjanjian dan perikatan yang timbul telah lahir sejak detik tercapainya kesepakatan, selama para pihak dalam perjanjian tidak menentukan lain. Azas ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian.
- Azas Kebebasan Berkontrak, yaitu bahwa para pihak dalam suatu perjanjian bebas untuk menentukan materi/isi dari perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan kepatutan. Azas ini tercermin jelas dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Dalam Pasal 1320 KUH Perdata disebutkan, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu:
- Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, artinya bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat atau setuju mengenai perjanjian yang akan diadakan tersebut, tanpa adanya paksaan, kekhilafan dan penipuan.
- Kecakapan, yaitu bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian harus cakap menurut hukum, serta berhak dan berwenang melakukan perjanjian.
- Orang yang belum dewasa.
- Menurut Pasal 330 KUH Perdata: Kecakapan diukur bila para pihak yang membuat perjanjian telah berumur 21 tahun atau kurang dari 21 tahun tetapi sudah menikah dan sehat pikirannya.
- Menurut Pasal 7 Undang-undang No.1 tahun 1974 tertanggal 2 Januari 1974 tentang Undang-Undang Perkawinan (“Undang-undang Perkawinan”): Kecakapan bagi pria adalah bila telah mencapai umur 19 tahun, sedangkan bagi wanita apabila telah mencapai umur 16 tahun.
- Mereka yang berada di bawah pengampuan.
- Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-Undang (dengan berlakunya Undang-Undang Perkawinan, ketentuan ini sudah tidak berlaku lagi).
- Semua orang yang dilarang oleh Undang-Undang untuk membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
- Mengenai suatu hal tertentu, hal ini maksudnya adalah bahwa perjanjian tersebut harus mengenai suatu obyek tertentu.
- Suatu sebab yang halal, yaitu isi dan tujuan suatu perjanjian haruslah berdasarkan hal-hal yang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban
Pada hari ini, Rabu 12 Januari 2007, Kami yang bertandatangan dibawah ini:
- PT Asal Sebut, Tbk, berkedudukan dan beralamat di jalan Sukarame No. 4 Bandar Lampung, yang dalam hal ini diwakili oleh Drs. John Grisham dalam kapasitasnya selaku Direktur Utama PT Asal Sebut, Tbk, oleh karenanya sah bertindak untuk dan atas nama PT Asal Sebut, Tbk, selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA;
- PT Mekar Wangi, berkedudukan dan beralamat di jalan Bumi Manti No.64, Bandar Lampung, yang dalam hal ini diwakili oleh H. Steven Chow dalam kapasitasnya selaku Presiden Direktur PT Mekar Wangi, oleh karenanya sah bertindak untuk dan atas nama PT Mekar Wangi, selanjutnya disebut PIHAK KEDUA;
Bahwa sehubungan dengan perselisihan paham tentang pelaksanaan proyek jalan tol bebas hambatan Kampung Baru-Kampus Unila sebagaimana tersebut di atas, bersama ini Pihak Pertama dan Pihak Kedua telah setuju dan sepakat untuk menyelesaikan pserselisihan paham tersebut melalui (misal Badan Arbitrase Nasional Indonesia), sesuai dengan peraturan dan prosedur Badan Arbitrasi Nasional Indonesia yang putusannya bersifat final dan mengikat.
Bahwa selanjutnya Pihak Pertama dan Pihak Kedua telah setuju dan sepakat bahwa penyelesaian sengketa dihadapi para pihak akan diselesaikan oleh Majelis Arbiter, dimana Pihak Pertama telah menunjuk Sdr. DR. Wahyu Sasongko, sebagai arbiter dan Pihak Kedua telah menunjuk Sdr. Ir. Fadli, sebagai arbiter, selanjutnya untuk Ketua Majelis Arbiter Pihak Pertama dan Pihak Kedua telah setuju dan sepakat untuk menyerahkannya kepada Ketua Badan Arbitrase Nasional Indonesia untuk menentukannya.
Demikian perjanjian arbitrase ini dibuat dan mengikat kedua belah pihak serta dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA
Drs. John Grisham H. Steven Chow
Pengertian Hukum Dagang
Hukum dagang merupakan
sebuah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dengan
yang lainnya, khusunya dalam perniagaan. Hukum dagang ialah hukum
perdata khusus. Pada mulanya kaidah hukum yang kita kenal sebagai hukum
dagang saat ini mulai muncul dikalangan kaum pedagang sekitar abad
ke-17. Kaidah-kaidah hukum tersebut sebenarnya ialah kebiasaan diantara
mereka yang timbul dalam pergaulan di bidang perdagangan. Ada beberapa
hal yang diatur dalam KUH Perdata diatur juga dalam KUHD. Bilademikian
adanya, ketentuan-ketentuan dalam KUHD itulah yang akan berlaku. KUH
Perdata adalah lex generalis(hukum umum), sedangkan KUHD ialah lex
specialis (hukum khusus). Dalam hubungannya dengan hal tersebut berlaku
adagium lex specialis derogat lex generalis (hukum khusus menghapus
hukum umum).
Sumber Hukum Dagang
Sumber-sumber hukum dagang ialah tempat
dimana bisa didapatkan peraturan-peraturan mengenai Hukum Dagang.
Beberapa sumber Hukum Dagang yakni sebagai berikut ;
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHD)
KUHD mengatur berbagai perikatan yang berkaitan dengan perkembangan lapangan hukum perusahaan. Sebagai peraturan yang sudah terkodifikasi, KUHD masih terdapat kekurangan dimana kekurangan tersebut diatur dengan sebuah peraturan perundang-undangan yang lain.
KUHD mengatur berbagai perikatan yang berkaitan dengan perkembangan lapangan hukum perusahaan. Sebagai peraturan yang sudah terkodifikasi, KUHD masih terdapat kekurangan dimana kekurangan tersebut diatur dengan sebuah peraturan perundang-undangan yang lain.
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
Sesuai pasal 1 KUHD, KUH Perdata menjadi sumber hukum dagang sepanjang KUHD tidak mengatur hal-hal tertentu dan hal-hal tertentu tersebut diatur dalam KUH Perdata khususnya buku III. Dapat dikatakan bahwa KUH Perdata mengatur sebuah pemeriksaan secara umum atau untuk orang-orang pada umumnya. Sedangkan KUHD lebih bersifat khusus yang ditujukan untuk kepentingan pedagang.
Sesuai pasal 1 KUHD, KUH Perdata menjadi sumber hukum dagang sepanjang KUHD tidak mengatur hal-hal tertentu dan hal-hal tertentu tersebut diatur dalam KUH Perdata khususnya buku III. Dapat dikatakan bahwa KUH Perdata mengatur sebuah pemeriksaan secara umum atau untuk orang-orang pada umumnya. Sedangkan KUHD lebih bersifat khusus yang ditujukan untuk kepentingan pedagang.
3. Peraturan Perundang-Undangan
Selain KUHD, masih terdapat beberapa peraturan perundang-undangan lain yang mengatur Hukum Dagang, diantaranya yaitu sebagai berikut :
Selain KUHD, masih terdapat beberapa peraturan perundang-undangan lain yang mengatur Hukum Dagang, diantaranya yaitu sebagai berikut :
- UU No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
- UU No 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (PT)
- UU No 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta
- UU No 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha
- UU No 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
4. Kebiasaan
Kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus dan tidak terputus dan sudah diterima oleh masyarakat pada umumnya serta pedagang pada khususnya, bisa digunakn juga sebagai sumber hukum pada Hukum Dagang. Hal ini sesuai dengan pasal 1339 KUH Perdata bahwa perjanjian tidak saja mengikat yang secara tegas diperjanjikan, tetapi juga terikat pada kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan perjanjian tersebut. Contohnya tentang pemberian komisi, jual beli dengan angsuran, dan lain sebagainya.
Kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus dan tidak terputus dan sudah diterima oleh masyarakat pada umumnya serta pedagang pada khususnya, bisa digunakn juga sebagai sumber hukum pada Hukum Dagang. Hal ini sesuai dengan pasal 1339 KUH Perdata bahwa perjanjian tidak saja mengikat yang secara tegas diperjanjikan, tetapi juga terikat pada kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan perjanjian tersebut. Contohnya tentang pemberian komisi, jual beli dengan angsuran, dan lain sebagainya.
5. Perjanjian yang dibuat para pihak
Berdasarkan pasal 1338 KUH Perdata disebutkan perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dalam hal ini, persetujuan, perjanjian ataupun kesepakatan memegang peranan bagi para pihak. Contohnya yaitu dalam pasal 1477 KUH Perdata yang menentukan bahwa selama tidak diperjanjikan lain, maka penyerahan terjadi di tempat dimana barang berada pada saat terjadi kata sepakat. Misalkan penyerahan barang diperjanjikan dengan klausula FOB (Free On Board) maka penyerahan barang dilaksanakan ketika barang sudah berada di atas kapal.
Berdasarkan pasal 1338 KUH Perdata disebutkan perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dalam hal ini, persetujuan, perjanjian ataupun kesepakatan memegang peranan bagi para pihak. Contohnya yaitu dalam pasal 1477 KUH Perdata yang menentukan bahwa selama tidak diperjanjikan lain, maka penyerahan terjadi di tempat dimana barang berada pada saat terjadi kata sepakat. Misalkan penyerahan barang diperjanjikan dengan klausula FOB (Free On Board) maka penyerahan barang dilaksanakan ketika barang sudah berada di atas kapal.
6. Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional diadakan dengan tujuan supaya pengaturan tentang persoalan Hukum Dagang bisa diatur secara seragam oleh masing-masing hukum nasional dari negara-negara peserta yang terikat dalam perjanjian internasional tersebut. Untuk bisa diterima dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat maka perjanjian internasional tersebut harus diratifikasi oleh masing-masing negara yang terikat dalam perjanjian internasional tersebut.Macam perjanjian internasional yaitu sebagai berikut :
Perjanjian internasional diadakan dengan tujuan supaya pengaturan tentang persoalan Hukum Dagang bisa diatur secara seragam oleh masing-masing hukum nasional dari negara-negara peserta yang terikat dalam perjanjian internasional tersebut. Untuk bisa diterima dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat maka perjanjian internasional tersebut harus diratifikasi oleh masing-masing negara yang terikat dalam perjanjian internasional tersebut.Macam perjanjian internasional yaitu sebagai berikut :
- Traktat yaitu perjanjian bilateral yang dilakukan oleh dua negara saja. Contohnya traktat yang dibuat oleh Indonesia dengan Amerika yang mengatur tentang sebuah pemberian perlindungan hak cipta yang kemudian disahkan melalui Keppres No.25 Tahun 1989
- Konvensi yaitu suatu perjanjian yang dilakukan oleh beberapa negara. Contohnya yaitu Konvensi Paris yang mengatur tentang merek.
Contoh kasus Hukum Dagang
Kasus hukum dagang 1
Kasus hukum dagang 1
Kasus hukum dagang berikut ini
sebenarnya merupakan bagian dari hukum kepailitan. Namun kepailitan juga diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Berikut ini kasus hukum dagang 1.
Sebuah perusahaan mempunyai utang
kepada tiga kreditur. Perusahaan tersebut berjanji akan membayarnya sesuai
perjanjian yang telah disepakati kepada ketiga kreditur tersebut. Setelah
dilakukan beberapa kali penagihan hingga jatuh tempo, utang itu belum juga
dilunasi oleh perusahaan itu. Dalam kondisi seperti ini bisakah perusahaan
dipailitkan?
Dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kepailitan adalah sita umum atas semua
kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh
kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang.
Permohonan pernyataan pailit dapat diajukan ke pengadilan Niaga. Pengajuan itu harus memenuhi persyaratan sesuai dengan pasal 2 ayat 1 dan pasal 8 ayat 4 Undang-Undang Kepailitan. Ketentuan yang dimaksud dalam pasal tersebut secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut:
Debitur yang mempunyai dua atau
lebih kreditur dan tidak membayar luna sedikitnya satu hutang yang telah jatuh
waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas
permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya.
Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit telah terpenuhi.
Undang-Undang Kepailitan juga
mengatur syarat pengajuan pailit terhadap debitur-debitur tertentu sebagai
berikut:
1. Dalam hal debitur adalah bank,
permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia
2. Dalam hal debitu adalah perusahaan
efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian,
permohonan pernyataan pailit hanya dalam diajukan oleh Badan Pengawas Pasar
Modal.
3. Dalam hal debitur adalah perusahaan
asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun atau badan usaha milik negara
yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya
dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.
- http://www.gurupendidikan.co.id/hukum-dagang-pengertian-sumber-ruang-lingkup-dan-kedudukan-beserta-contohnya-secara-lengkap/\
- http://www.kuliahhukum.com/resume-hukum-perikatan/
- https://legalbanking.wordpress.com/materi-hukum/dasar-dasar-hukum-perjanjian/
- https://vkrmam.wordpress.com/2013/05/02/hukum-perikatan-dan-contoh-kasus/
- https://avousman.wordpress.com/2013/04/09/hukum-perjanjian-dan-contoh-kasus/
- http://hildaoktarin.blogspot.co.id/2016/04/hukum-dagang-dan-contoh-kasusnya.html